BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ikan wader (Mystacoleucus marginatus) merupakan ikan air tawar yang biasa hidup di sungai-sungai yang airnya jernih. Menurut Rahmadiyanto (1994) Ikan air tawar yang biasa hidup di sungai-sungai, sawah-sawah, dan perairan yang airnya jernih biasanya sulit bisa bertahan hidup pada lingkungan yang kurang mendukung, misal air yang keruh, derasnya aliran air, goncangan dan suhu yang terlalu tinggi atau rendah. Menurut Firdaus (2002) penyebab terjadinya poliploidisasi secara alami adalah faktor-faktor lingkungan sekitar makhluk hidup yang meliputi faktor suhu, tekanan, ketinggian tempat dan sebagainya. Berdasarkan penjelasan diatas dapat diduga bahwa pada ikan wader dapat terjadi poliploidisasi, walaupun frekuensi poliploidi yang terjadi akan sangat rendah.
Pada dasarnya analisis poliploidisasi menurut Firdaus (2002) dapat dilakukan dengan teknik langsung dan tidak langsung. Teknik langsung berarti mengukur kuantitas materi genetik secara langsung seperti menentukan jumlah DNA atau dengan menentukan jumlah kromosom setiap sel dari suatu organisme. Pada teknik tidak langsung Firdaus (2002) memberi keterangan, penentuan ploidi/jumlah kromosom ditentukan atas dasar kuantitas meteri genetik yang diukur secara tak langsung. Prinsip penggunaannya adalah bahwa kuantitas materi genetik berhubungan dengan kuantitas karakter yang diukur. Salah satu teknik tidak langsung yang menarik untuk dikaji dan sering digunakan sebagai metode penentuan tingkat ploidi ikan adalah dengan perhitungan jumlah nukleolus. Menurut Philips, dkk. (1986, dalam Firdaus, 2002) metode tersebut mudah, relatif murah dan mempunyai peluang besar untuk diterapkan terutama pada bebagai spesies ikan, serta sel yang diperlukan dapat diperoleh dari berbagai jaringan. Carman, dkk. (1991, dalam Firdaus, 2002) menambahkan bahwa metode perhitungan jumlah nukleolus dilakukan tanpa membunuh ikan yang diteliti.
Menurut Carman, dkk. (1992, dalam Khalifah, 1997) dasar penggunaan metode perhitungan nukleolus yaitu adanya hubungan antara jumlah nukleolus dengan jumlah kromosom (ploidi) makhluk hidup baik pada hewan maupun tumbuhan. Davidson (1992, dalam Firdaus, 2002) memberikan alasan lain bahwa jumlah nukleolus pada setiap sel dari suatu organisme mempunyai kemampuan untuk membentuk jumlah nukleolus yang maksimal sesuai dengan jumlah materi genetiknya.
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, maka cukup menarik apabila dilakukan studi tentang keragaman tingkat ploidi alami ikan wader yang hidup pada habitat yang berbeda dengan menggunakan perhitungan nukleolus maksimal sel sebagai analisis untuk menentukan tingkat ploidi, adapun perbedaan habitat didasarkan pada asal daerah sampel ikan wader tersebut diambil.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1. bagaimana keragaman tingkat ploidi alami ikan wader (Mystacoleucus marginatus) pada tiga daerah (Trenggalek, Banyuwangi dan Mojokerto)?
2. bagaimana keakurasian penggunaan metode penghitungan jumlah nukleolus sebagai analisis tingkat ploidi ikan wader (Mystacoleucus marginatus)?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. mengetahui keragaman tingkat ploidi alami ikan wader (Mystacoleucus marginatus) pada tiga daerah berbeda.
2. mengetahui keakurasian penggunaan metode penghitungan nukleolus sebagai analisis tingkat ploidi ikan wader (Mystacoleucus marginatus).
D. Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. memberikan informasi dan bukti tentang adanya keragaman tingkat ploidi dan terjadinya poliploidisasi secara alami pada spesies ikan yang hidup di alam bebas.
2. penggunaan metode perhitungan jumlah nukleolus sebagai analisis tingkat ploidi pada ikan wader (Mystacoleucus marginatus) dapat diterapkan pada spesies lain.
3. memberikan informasi ilmiah di bidang genetika, biologi sel, serta bidang perikanan tentang keragaman ploidi ikan.
E. Asumsi Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan beberapa asumsi sebagai berikut:
1. jumlah maksimal nukleolus yang terdapat pada setiap sel dapat digunakan sebagai penunjuk tingkat ploidi individu ikan.
2. jenis kelamin ikan dianggap sama.
3. umur ikan yang digunakan dalam penelitian ini dianggap sama.
4. faktor lain yang meliputi makanan dan perawatan yang diberikan selama penelitian adalah sama.
F. Batasan Masalah
Batasan-batasan masalah dalam penelitian ini meliputi:
1. ikan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sampel ikan wader yang berasal dari daerah Trenggalek, Mojokerto, dan Banyuwangi.
2. pengamatan ploidi ikan hanya dilakukan terbatas pada sel-sel jaringan sirip ekor (Pinna caudalis).
3. perhitungan jumlah nukleolus dilakukan tanpa memperhatikan ukuran nukleolus.
4. penelitian ini hanya mengamati tingkat ploidi mulai dari haploid, diploid, triploid dan tetraploid.
G. Definisi Operasional
Untuk menghindari kerancuan dalam memahami maksud dan tujuan dari penelitian ini, diperlukan definisi operasional dari beberapa konsep penting yang berkaitan dengan penelitian ini. Beberapa konsep penting tersebut adalah sebagai berikut:
1. organisme poliploid adalah organisme yang mengalami perubahan jumlah perangkat kromosomnya menjadi lebih dari 2 perangkat kromosom (Firdaus, 2002)
2. jumlah nukleolus ikan adalah banyaknya nukleolus secara diskrit (terpisah) yang terdapat pada setiap sel ikan tanpa memperhatikan ukuran nukleolus (Firdaus, 2002).
3. tingkat ploidi ikan ditentukan dengan cara menghitung jumlah maksimal nukleolus setiap sel ikan pada setiap unit percobaan (Firdaus, 2002).
4. setiap sel individu diploid, memiliki 1 atau 2 nukleolus; setiap sel individu triploid, memiliki 1, 2 dan 3 nukleolus, dan setiap sel individu tetraploid, memiliki 1, 2, 3 dan 4 nukleolus (Carman, dkk, 1992 dalam Mukti, 2001).
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Ikan Wader
Ikan air tawar yang biasa hidup di sungai-sungai, sawah-sawah, dan perairan yang airnya jernih biasanya sulit bisa bertahan hidup pada lingkungan yang kurang mendukung, misal air yang keruh, derasnya aliran air, goncangan dan suhu yang terlalu tinggi atau rendah (Rahmadiyanto, 1994). Ikan wader termasuk ikan air tawar yang biasa hidup di sungai-sungai yang airnya jernih.
Sistematika klasifikasi ikan wader menurut Saanin (1984, dalam Rahmadiyanto, 1994) ) adalah sebagai berikut:
Fillum : Chordata
Sub Fillum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Ordo : Ostariophysi
Famili : Cyprinidae
Genus : Mystacoleucus
Spesies : Mystacoleucus marginatus
Menurut Saanin (1984) dalam Rahmadiyanto (1994) ciri-ciri ikan wader antara lain:
1. Kepala simetris, tidak bersisik
2. Memiliki tutup insang, pada masing-masing sisi terdapat 7 lembar insang
3. Tak bergigi
4. Kelopak mata bebas
5. Terdapat pelipatan hidung mendatar menutupi tulang rahang atas
6. Lubang hidung sepasang
7. Bentuk badan pipih tegak
8. Bertulang sejati
9. Bersisik, berwarna putih perak dengan sisi dorsal lebih gelap dibanding tubuh bagian ventral
10. Sisik badan bertipe sikloid
11. Sirip punggung terdiri atas 4 jari-jari keras dan 8 jari-jari lemah
12. Sirip dada sepasang terdiri dari 12 jari-jari lunak
13. Sirip perut di belakang, di depan dubur
14. Sirip ekor ujungnya bercabang, agak berlekuk dengan jari-jari berbelah
15. Sirip ekor bebas, tidak bergabung dengan yang lain
B. Poliploidi
Organisme poliploidi adalah suatu organisme yang memiliki tiga atau lebih perangkat kromosom (Ayala, dkk. dalam Firdaus, 2002). Poliploidisasi pada makhluk hidup lebih diorientasikan pada eukariot. Menurut Corebima (2000) poliploidi terjadi karena penggandaan kromosom secara keseluruhan. Dalam hal ini individu-individu yang tergolong diploid, dapat muncul turunan yang triploid maupun tetraploid. Firdaus (2002) menambahkan bahwa organisme poliploid terbentuk melalui proses yang disebut induksi poliplodisasi. Hampir semua spesies pada setiap individunya mempunyai 2 perangkat kromosom (diploid) dan sebagian ada yang mengalami perubahan jumlah perangkat kromosomnya. Organisme yang mengalami perubahan jumlah perangkat kromosom menjadi lebih dari 2 perangkat kromosom disebut dengan poliploid, sedangkan organisme yang mengalami perubahan jumlah peragkat kromosom menjadi 1 perangkat kromosom disebut sebagai monoploid atau haploid.
Mekanisme poliploidi pada makhluk hidup dibedakan berdasarkan penyebabnya, yaitu poliplodisasi secara alami dan buatan. Poliploidisasi yang tidak melibatkan unsur kesengajaan atau rencana terlebih dahulu dengan memberi perlakuan pada hewan maupun tumbuhan disebut sebagai poliploidisasi alami. Menurut Firdaus (2002) penyebab terjadinya poliploidisasi secara alami ini adalah faktor-faktor lingkungan sekitar makhluk hidup yang meliputi faktor suhu, tekanan, ketinggian tempat dan sebagainya.
Fenomena poliploidi lebih sering dijumpai pada spesies-spesies tumbuhan dibanding spesies-spesies hewan. Dikalangan kebanyakan spesies hewan poliploidi memang jarang dijumpai; tetapi pada kelompok kadal, amfibi serta ikan, poliploidi lazim dijumpai (Klug dan Cummings, 1994, dalam Corebima 2000).
Gardner (1991) melaporkan bahwa poliploidi alami dapat terjadi karena dua sebab; pertama, karena adanya peristiwa somatic doubling yaitu peristiwa dimana sel meristematik mengalami pembelahan tidak teratur pada saat mitosis dan sel tersebut mengalami perubahan ploidi baru. Kedua, adanya sel-sel reproduktif yang mengalami pembelahan reduksi yang tidak teratur dimana seperangkat kromosomnya gagal berpisah pada kutubnya saat anafase. Mekanisme ini dapat terjadi pada spesies hewan maupun tumbuhan.
C. Perhitungan Jumlah Nukleolus Sebagai Analisis Penentuan Tingkat Ploidi
Analisis tingkat ploidi (analisis poliploidisasi) adalah teknik untuk mengetahui ploidi dari suatu organisme. Pada dasarnya analisis poliploidisasi menurut Firdaus (2002) dapat dilakukan dengan teknik langsung dan tidak langsung. Teknik langsung berarti mengukur kuantitas materi genetik secara langsung seperti menentukan jumlah DNA atau dengan menentukan jumlah kromosom setiap sel dari suatu organisme.
Pada teknik tidak langsung Firdaus (2002) memberi keterangan, penentuan ploidi/jumlah kromosom ditentukan atas dasar kuantitas meteri genetik yang diukur secara tak langsung. Prinsip penggunaannya adalah bahwa kuantitas materi genetik berhubungan dengan kuantitas karakter yang diukur. Salah satu teknik tidak langsung yang menarik untuk dikaji dan sering digunakan sebagai metode penentuan tingkat ploidi ikan adalah dengan perhitungan jumlah nukleolus. Menurut Philips, dkk. (1986, dalam Firdaus, 2002) metode tersebut mudah, relatif murah dan mempunyai peluang besar untuk diterapkan terutama pada bebagai spesies ikan, serta sel yang diperlukan dapat diperoleh dari berbagai jaringan. Carman, dkk. (1991, dalam Firdaus, 2002) menambahkan bahwa metode perhitungan jumlah nukleolus dilakukan tanpa membunuh ikan yang diteliti.
Beberapa penelitian sebelumnya menggunakan jaringan sirip ekor sebagai bahan dasar pembuatan preparat nukleolus. Hal ini cukup beralasan karena sirip ekor ikan dapat melakukan regenerasi, sehingga sirip ekor yang telah terpotong dapat tumbuh kembali seperti semula. Tenzer, dkk. (2001) menjelaskan bahwa ekor ikan merupakan anggota gerak belakang ikan, bagian tubuh ini sangat riskan terhadap kerusakan. Menurut Carman, dkk. (1992, dalam Khalifah, 1997) dasar penggunaan metode perhitungan nukleolus yaitu adanya hubungan antara jumlah nukleolus dengan jumlah kromosom (ploidi) makhluk hidup baik pada hewan maupun tumbuhan. Davidson (1992, dalam Firdaus, 2002) memberikan alasan lain bahwa jumlah nukleolus pada setiap sel dari suatu organisme mempunyai kemampuan untuk membentuk jumlah nukleolus yang maksimal sesuai dengan jumlah materi genetiknya. Frankhauser dan Humprey (1943) yang dikutip kembali oleh Theogard (1983) dalam Khalifah (1997) menyatakan bahwa setiap perangkat kromosom haploid mempunyai 1 nukleolus, sedangkan perangkat diploid normal memiliki 2 nukleolus. Lebih jelasnya Carman, dkk. (1991, dalam Firdaus, 2002) menyatakan bahwa satu NOR (nukleolar organizer region) mempunyai kemampuan untuk membentuk tidak lebih dari 1 nukleolus, sehingga diharapkan sel diploid yang mempunyai sepasang NOR akan memiliki kemampuan membentuk maksimal 2 nukleolus, sel triploid membentuk 3 nukleolus sedangkan yang tetraploid membentuk 4 nukleolus.
Mengenai jumlah nukleolus dalam sel pada suatu organisme, Carman, dkk. (1992) dalam Mukti (2001) menjelaskan bahwa setiap sel individu diploid, memiliki 1 atau 2 nukleolus; setiap sel individu triploid, memiliki 1, 2 dan 3 nukleolus, dan setiap sel individu tetraploid, memiliki 1, 2, 3 dan 4 nukleolus. Dalam hal ini, variasi jumlah nukleolus disebabkan oleh NOR yang tidak membentuk nukleolus saat tidak begitu aktif mensintesis protein. Selain itu, dijelaskan oleh Carman (1990, dalam Khalifah, 1997) bahwa variasi jumlah nukleolus disebabkan adanya fusi dan fisi antar nukleolus. Maillet, dkk. (1997) dalam Firdaus (2002) menyatakan bahwa jumlah nukleolus berhubungan dengan ukuran nukleolus, semakin banyak jumlah nukleolus, maka kemungkinan besar ditemukan nukleolus dengan ukuran kecil, dan sebaliknya semakin sedikit jumlah nukleolus, maka kemungkinan ditemukan nukleolus dengan ukuran agak besar. Lebih lanjut, Gardner, dkk. (1991), memberi penjelasan bahwa variasi jumlah nukleolus ini berkaitan dengan fungsi nukleolus, yaitu pembentuk ribosom dan hal ini berhubungan dengan proses aktivitas fisiologis setiap sel.
Dari beberapa penjelasan mengenai dasar-dasar penggunaan metode perhitungan nukleolus ini, didapatkan keterangan bahwa setiap sel pada suatu organisme memiliki jumlah nukleolus yang beragam, tetapi jumlah nukleolus maksimal yang dapat terbentuk adalah sesuai dengan jumlah perangkat kromosom atau ploidi organisme. Oleh karena itu metode perhitungan jumlah nukleolus bisa digunakan sebagai analisis poliploidisasi.
D. Nukleolus
Nukleolus (jamak: nukleoli) merupakan struktur globuler yang terlihat dalam inti sel; terletak pada kromosom tertentu tempat molekul-molekul RNA-r diproduksi dalam jumlah yang banyak. Nukleolus dideskripsikan sebagai bentukan globuler tanpa membran di dalam nukleus yang merupakan tempat pembentukan ribosom, nukleolus merupakan badan refraktil berbentuk bulat sampai oval yang merupakan gabungan antara DNA ribosom, RNA-r dan protein ribosom.. (Smith, dkk. 1991; Davidson, 2000 ; serta Brennan dan Small, 1997 dalam Firdaus, 2002). Dari beberapa pengertian tadi, terlihat jelas bahwa nukleolus merupakan badan refraktil yang memiliki struktur globuler, berbentuk bulat sampai oval dan memiliki fungsi sebagai tempat pembentukan atau sintesis ribosom
Secara struktural nukleolus terdiri dari tiga daerah yaitu Fibrillar centers (FCs), Dense Fibrillar Component (DFC) dan Granular Component (GC) (Medina, 1997; Medina, 1999; Karp, 1996: 459; dan Robert, 1988, dalam Firdaus, 2002). Selain komponen-komponen tersebut, nukleolus juga mempunyai protein selain protein ribosom. Howel (1982) dikutip kembali oleh Pession (1990) dalam Firdaus (2002) menjelaskan bahwa protein ini diduga berperan dalam proses transkripsi dan peran struktural nukleolus, contoh protein tersebut misalnya nukleolin. Mamaev (1990) dalam Firdaus (2002) menyebutkan beberapa jenis protein, antara lain B23 dan C23 yang berperan dalam biogenesis ribosom dan dapat berasosiasi dengan pre-RNA dan pre-ribosom.
Medina (1999) dan Pession (1990) dalam Firdaus (2002) menyatakan bahwa nukleolus dapat diwarnai karena adanya protein-protein tersebut di atas. Protein-protein yang bersifat asam ini, dapat diwarnai secara selektif dengan menggunakan pewarna perak sehingga terbentuk ikatan kompleks Ag-protein NOR.
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual yang menjelaskan tentang alur berfikir peneliti dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk bagan sebagai berikut:
penyebab terjadinya poliploidisasi secara alami adalah faktor-faktor lingkungan sekitar makhluk hidup yang meliputi faktor suhu, tekanan, ketinggian tempat dan sebagainya.
Mekanisme poliploidi pada makhluk hidup dibedakan berdasarkan penyebabnya, yaitu poliplodisasi secara alami dan buatan.
Pada hewan kelompok kadal, amfibi serta ikan, poliploidi lazim dijumpai
Jumlah nukleolus sel dapat digunakan sebagai analisis untuk menentukan tingkat ploidi organisme.
Sampel ikan wader (Mystacoleucus marginatus) dari daerah Trenggalek, Banyuwangi, dan Mojokerto.
Adanya keragaman tingkat ploidi ikan wader (Mystacoleucus marginatus) dari daerah Trenggalek, Banyuwangi, dan Mojokerto.
Jumlah nukleolus maksimal sel.
Analisis poliploidisasi
KESIMPULAN
B. Hipotesis
Adapun hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Ada keragaman tingkat ploidi pada ikan wader (Mystacoleucus marginatus)
2. Penggunaan metode penghitungan nukleolus memiliki keakurasian sebagai analisis tingkat ploidi alami ikan wader (Mystacoleucus marginatus).
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yang meneliti tentang keragaman ploidi alami ikan. Perhitungan jumlah maksimal nukleolus digunakan sebagai analisis penentuan tingkat ploidi ikan.
B. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah ikan wader (Mystacoleucus marginatus) yang terdapat pada daerah Trenggalek, Banyuwangi dan Mojokerto. Sedangkan sampel yang digunakan adalah 45 ikan wader tangkapan yang masing-masing berasal dari ketiga daerah tersebut.
C. Waktu dan Tempat Penelititan
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan Mei 2007. tempat pelaksanaan penelitian adalah di ruang BIO 310 dan BIO 307, jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang.
D. Alat dan Bahan
1. Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1 Aquarium, untuk pemeliharaan ikan.
2. Jaring, untuk menangkap ikan.
3. Aerator, untuk meningkatkan oksigen terlarut dalam air.
4. Mikroskop binokuler, untuk pengamatan preparat nukleolus.
5. Hand counter, sebagai alat bantu menghitung nukleolus.
6. Silet, untuk mencacah sirip ekor ikan.
7. Pipet tetes untuk mengambi larutan.
8. Pinset, untuk mengambil sirip ekor dari botol ampul tempat perendaman.
9. Penangas dan lampu spiritus, untuk mencairkan larutan B dan mensterilkan kaca benda.
10. Botol ampul, untuk menyimpan larutan pewarna preparat (larutan A, B) dan untuk tempat perendaman sirip ekor.
11. Box staining, untuk menginkubasi preparat selama pewarnaan.
12. Inkubataor, untuk menyimpan larutan A, B, menyimpan preparat dan rendaman jaringan ekor ikan.
13. Kaca benda, untuk pembuatan preparat.
14. Gelas arloji, untuk tempat pencacahan sirip ekor ikan.
15. Gunting, untuk memotong sirip ekor dari tubuh ikan.
16. Tusuk gigi, untuk meratakan laruatan pewarna A dan B pada suspensi sel.
17. Botol selai, untuk menyimpan larutan Carnoy, serta tempat penyimpan alkohol untuk menstrilkan kaca benda.
18. Kamera digital, untuk mendokumentasikan hasil pengamatan preparat nukleolus.
2. Bahan
Adapun bahan-bahan yang diperlukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Ikan wader (Mistacoleucus marginatus) dari daerah Trenggalek, Banyuwangi dan Mojokerto.
2. AgNO3 (perak nitrat) atau larutan A, untuk pewarnaan nukleolus.
3. Alkohol absolut, untuk larutan fiksatif Carnoy.
4. Kloroform, untuk larutan fiksatif Carnoy.
5. Asam Asetat glasial, untuk larutan fiksatif Carnoy dan asam asetat 50%, untuk pengencer suspensi jaringan.
6. Gelatin, untuk pembuatan larutan B.
7. Gliserin, untuk pembuatan larutan B.
8. Korek api.
9. Air kran untuk membilas preparat.
E. Prosedur Kerja
- Pembuatan Larutan
1. Larutan Carnoy
Pembuatan larutan ini dilakukan dengan mencampur Asam Asetat Glasial, Alkohol 70% dan Kloroform. Dengan perbandingan 1:1:1, masing-masing sebanyak 50 ml.
2. Larutan A
Larutan ini dibuat dengan mencampur AgNO3 dan aquades dengan perbandingan 1: 2, untuk AgNO3 sebanyak 0,2 gr sedangkan aquades sebanyak 100 ml.
3. Larutan B
Larutan ini dibuat dengan mencampur 22 gr Gelatin, 50 ml aquades hangat dan 50 ml Gliserin jenuh.
4. Larutan Asam Asetat Glasial 50%
Larutan ini dibuat dengan mencampur 50 ml Asam Asetat Glasial dengan 50 ml Aquades.
- Pembuatan Preparat
1. Memotong jaringan sirip ekor 0,5 cm kemudian merendam dalam larutan carnoy selama minimal 2 jam. 30 menit pertama larutan Carnoy diganti dengan larutan carnoy yang baru. Setelah 2 jam sirip diambil lalu diletakkan di gelas arloji kemudian menetesi dengan asam asetat glasial 50% kemudian mencacah 30 menit hingga terbentuk suspensi sel.
2. Merendam kaca benda selama 24 jam dalam alcohol 70%.
3. Meletakkan suspensi pada kaca benda, yang sebelumnya kaca benda tersebut telah dikering anginkan atau dipanaskan, dengan menggunakan pipet tetes. Mendiamkan suspensi tersebut sampai kering.
4. Menetesi suspensi yang telah kering dengan larutan A secara merata, setelah itu menetesi dengan larutan B secara merata dengan tusuk gigi
5. Memasukkan preparat tersebut kedalam Box staining minimal 20 menit, kemudian dibilas dengan air kran untuk membersihkan preparat. mengamatinya dengan mikroskop binokuler perbesaran 10x100.
F. Metode Pengumpulan Data
Data diperoleh dengan menggunakan metode tidak langsung, yaitu menghitung jumlah nukleolus setiap sel yang teramati pada tiga bidang pandang mikroskop binokuler (1000x). Pada tiap terdapat dua ring, sehingga pada setiap preparat terdapat enam bidang pandang. Hasil dari pengamatan preparat nukleolus disajikan dalam tabel seprti di bawah ini:
Ikan
Ploidi
Ring I
Ring II
Jumlah
Rerata
1
2
3
1
2
3
n
2n
3n
4n
Total
BAB V
DATA DAN ANALISIS DATA
A. Data Pengamatan
Tabel 5.1 Data dari ikan wader daerah Trenggalek
Ikan
Ploidi
Ring I
Ring II
jumlah
Rerata
1
2
3
1
2
3
1
n
106
100
111
113
109
91
630
105
2n
4
6
2
3
6
3
24
4
∑ 654
2
n
99
95
102
116
106
113
631
105,17
2n
8
9
17
12
12
9
67
11,17
∑ 698
3
n
112
106
96
84
98
72
568
94,67
2n
10
4
7
7
9
4
41
6,83
∑ 609
4
n
85
76
91
96
86
96
530
88,33
2n
11
6
7
8
4
9
45
7,5
∑ 575
5
n
96
112
102
102
94
91
597
99,5
2n
7
12
7
9
5
5
45
7,5
∑ 642
6
n
113
106
105
105
103
110
642
107
2n
5
12
7
13
9
8
54
9
∑ 696
7
n
105
102
107
107
112
106
639
106,5
2n
4
7
8
6
7
4
36
6
∑ 675
8
n
97
102
93
104
103
102
601
100,17
2n
5
7
4
5
7
7
35
5,83
3n
1
0
1
0
0
0
2
0,33
∑ 638
9
n
112
108
98
102
96
98
614
102,33
2n
6
3
4
5
4
6
28
4,67
∑ 642
10
n
111
102
109
108
103
109
642
107
2n
5
9
7
12
5
6
44
7,33
3n
0
2
2
0
0
0
4
0,66
∑ 690
11
n
105
96
102
109
106
105
623
103,83
2n
7
4
4
5
6
5
31
5,17
∑ 654
12
n
84
89
86
86
92
101
538
89,67
2n
3
3
4
3
4
5
22
3,67
∑ 560
13
n
96
93
87
98
92
101
567
94,50
2n
3
5
3
4
3
3
21
3,50
∑ 588
14
n
82
87
86
89
91
85
520
86,67
2n
3
4
2
2
2
3
16
2,67
∑ 536
15
n
97
101
106
111
103
109
627
104,50
2n
3
5
4
6
4
4
26
4,33
∑ 653
Tabel 5.2 Data dari ikan wader daerah Banyuwangi
Ikan
Ploidi
Ring I
Ring II
Jumlah
Rerata
1
2
3
1
2
3
1
n
138
144
163
110
168
161
884
147,33
2n
6
4
8
5
10
12
45
7,5
∑ 929
2
n
106
114
102
110
101
115
648
108
2n
3
4
6
5
2
6
26
4,33
∑ 674
3
n
113
132
145
153
161
147
851
141.83
2n
3
3
4
6
8
3
31
5.17
∑ 882
4
n
125
137
117
132
141
133
785
130,83
2n
6
2
4
2
7
2
23
3,83
∑ 808
5
n
122
176
147
171
182
183
981
163,5
2n
12
8
14
6
7
4
51
8,5
∑1032
6
n
178
167
155
187
164
123
974
162,33
2n
6
4
4
5
4
6
29
4,83
3n
6
2
0
0
0
0
2
0,33
∑1005
7
n
157
154
138
111
139
118
817
136,17
2n
4
12
7
5
2
6
36
6
∑853
8
n
117
157
148
135
142
131
830
138,33
2n
6
4
4
3
2
2
21
3,5
3n
2
1
0
0
0
0
3
0,5
∑ 854
9
n
112
146
120
131
147
113
769
128,17
2n
5
3
2
4
6
2
22
3,67
∑ 791
10
n
153
132
172
141
156
143
897
149,5
2n
5
3
6
4
3
3
24
4
∑ 921
11
n
137
141
143
125
131
133
810
135
2n
4
3
1
6
5
4
23
3,83
∑ 833
12
n
155
118
176
122
177
130
878
146,33
2n
4
2
7
3
5
2
23
3,83
∑ 901
13
n
220
254
221
217
234
215
1361
226,83
2n
7
2
5
3
6
4
27
4,5
∑1388
14
n
115
124
135
131
147
113
765
127,5
2n
3
4
2
4
6
2
21
3,5
∑ 786
15
n
125
123
109
136
124
118
735
122,5
2n
2
3
5
4
3
1
18
3
∑ 753
Tabel 5.3 Data dari ikan wader darah Mojokerto
Ikan
Ploidi
Ring I
Ring II
Jumlah
Rerata
1
2
3
1
2
3
1
n
84
72
101
121
77
83
538
89,67
2n
4
3
2
6
3
2
20
3,33
∑ 558
2
n
126
117
120
123
98
99
683
113,83
2n
11
10
13
8
7
6
55
9,67
∑ 738
3
n
87
93
97
120
139
111
647
107,83
2n
6
7
4
8
12
13
50
8,33
∑ 697
4
n
112
109
120
107
111
108
667
111,16
2n
15
12
10
11
8
6
62
10,33
∑ 729
5
n
99
101
115
117
110
100
642
107
2n
6
11
7
8
11
9
52
8,67
∑ 694
6
n
105
116
120
107
113
115
676
112,6
2n
9
7
10
12
11
9
58
9,67
∑ 734
7
n
125
121
119
111
120
109
705
117,50
2n
15
12
10
7
8
9
61
10,17
∑ 766
8
n
119
125
121
134
123
118
740
123,33
2n
8
16
14
13
10
12
73
12,17
∑ 813
9
n
113
111
120
118
115
119
696
116
2n
9
7
11
6
6
8
47
7,83
∑ 743
10
n
115
110
117
119
114
111
686
114,33
2n
6
4
7
4
5
4
30
5
∑ 716
11
n
110
119
117
111
116
120
693
115,5
2n
5
7
6
6
5
4
33
5,5
∑ 726
12
n
117
105
110
111
119
115
677
112,83
2n
7
4
6
4
5
7
33
5,5
∑ 710
13
n
106
113
120
109
112
110
670
111,67
2n
4
10
9
4
6
5
38
6,33
∑ 708
14
n
115
110
118
111
109
103
666
111
2n
6
6
4
7
6
3
32
5,33
∑ 698
15
n
107
110
114
111
110
117
669
111,50
2n
5
4
7
3
3
4
26
4,33
∑ 695
B. Analisis Data
Tabel 5.4 Persentase keragaman ploidi ikan wader daerah Trenggalek
No
Ikan
ploidi
Persentase
1
1
n
630/654 × 100%
96,33%
2n
24/654 × 100%
3,67%
2
2
n
631/698 × 100%
90,40%
2n
67/698 × 100%
9,59%
3
3
n
568/609 × 100%
93,27%
2n
41/609 × 100%
6,73%
4
4
n
530/575 × 100%
92,17%
2n
45/575 × 100%
7,83%
5
5
n
597/642 × 100%
92,99%
2n
45/642 × 100%
7,01%
6
6
n
642/696 × 100%
92,24%
2n
54/696 × 100%
7,75%
7
7
n
639/675 × 100%
94,67%
2n
36/675 × 100%
5,33%
8
8
n
601/638 × 100%
94,20%
2n
35/638 × 100%
5,49%
3n
2/638 × 100%
0,31%
9
9
n
614/642 × 100%
95,64%
2n
28/642 × 100%
4,36%
10
10
n
642/690 × 100%
93,04%
2n
44/690 × 100%
6,38%
3n
4/690 × 100%
0,58%
11
11
n
623/654 × 100%
95,26%
2n
31/654 × 100%
4,74%
12
12
n
538/560 × 100%
96,07%
2n
22/560 × 100%
3,93%
13
13
n
567/588 × 100%
96,43%
2n
21/588 × 100%
3,57%
14
14
n
520/536 × 100%
97,01%
2n
16/536 × 100%
2,99%
15
15
n
627/653 × 100%
96,01%
2n
26/653 × 100%
3,98%
Tabel 5.5 Persentase keragaman ploidi ikan wader daerah Banyuwangi
No
Ikan
ploidi
Persentase
1
1
n
884/929 × 100%
95,16%
2n
45/929 × 100%
4,84%
2
2
n
648/674 × 100%
96,14%
2n
26/674 × 100%
3,86%
3
3
n
851/882 × 100%
96,49%
2n
31/882 ×100%
3,51%
4
4
n
785/808 × 100%
97,15%
2n
23/808 × 100%
2,85%
5
5
n
981/1032 × 100%
95,05%
2n
51/1032 100%
4,94%
6
6
n
974/1005 × 100%
96,92%
2n
29/1005 × 100%
2,89%
3n
2/1005 × 100%
0,19%
7
7
n
817/853 × 100%
95,78%
2n
36/853 × 100%
4,22%
8
8
n
830/854 × 100%
97,19%
2n
21/854 × 100%
2,45%
3n
3/854 × 100%
0,35%
9
9
n
769/791 × 100%
97,21%
2n
22/ 791 × 100%
2,78%
10
10
n
897/921 × 100%
97,39%
2n
24/921 × 100%
2,60%
11
11
n
810/833 × 100%
97,24%
2n
23/833 × 100%
2,76%
12
12
n
878/901 × 100%
97,45%
2n
23/903 × 100%
2,55%
13
13
n
1361/1388 × 100%
98,05%
2n
27/1388 × 100%
1,95%
14
14
n
765/786 × 100%
97,39%
2n
21/786 × 100%
2,67%
15
15
n
735/753 × 100%
97,60%
2n
18/753 × 100%
2,39%
Tabel 5.6 Persentase keragaman ploidi ikan wader daerah Mojokerto
No
Ikan
ploidi
Persentase
1
1
n
538/558 × 100%
96,42%
2n
20/558 × 100%
3,58%
2
2
n
683/738 × 100%
92,55%
2n
55/738 × 100%
7,45%
3
3
n
647/697 × 100%
92,83%
2n
50/697 × 100%
7,17%
4
4
n
667/729 × 100%
91,49%
2n
62/729 × 100%
8,50%
5
5
n
642/694 × 100%
92,50%
2n
52/694 × 100%
8,01%
6
6
n
676/734 × 100%
92,09%
2n
58/734 × 100%
7,90%
7
7
n
705/766 × 100%
92,03%
2n
61/766 × 100%
7,96%
8
8
n
740/813 × 100%
91,02%
2n
73/813 × 100%
8,98%
9
9
n
696/743 × 100%
93,67%
2n
47/743 × 100%
6,33%
10
10
n
686/716 × 100%
95,81%
2n
30/716 × 100%
4,19%
11
11
n
693/726 × 100%
95,45%
2n
33/726 × 100%
4,54%
12
12
n
677/710 × 100%
95,35%
2n
33/710 × 100%
4,65%
13
13
n
670/708 × 100%
94,63%
2n
38/708 × 100%
5,36%
14
14
n
666/698 × 100%
95,42%
2n
32/698 × 100%
4,58%
15
15
n
669/695 × 100%
96,26%
2n
26/695 × 100%
3,74%
C. Grafik Rerata dan Persentase Keragaman Ploidi
1. Grafik Rerata Variasi Ploidi
2. Grafik Persentase Variasi Ploidi
Dari tabel dan grafik rerata dan persentase keragaman ploidi, terlihat adanya keragaman ploidi alami ikan wader (Mystacoleucus marginatus) pada daerah Trenggalek, Banyuwangi dan Mojokerto. Dapat diketahui pula bahwa pada ikan diploid mampu membentuk 1 dan 2 nukleolus, pada ikan triploid mampu membentuk 1, 2, dan 3 nukleolus. Frekuensi jumlah nukleolus pada setiap ploidi ikan (dalam hal ini menurut data adalah sampai ikan triploid) yang terbanyak adalah 1 nukleolus, dilanjutkan 2 nukleolus, dan yang paling sedikit adalah 3 nukleolus.
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keragaman Tingkat Ploidi Alami Ikan Wader (Mystacoleucus marginatus) daerah Trenggalek, Banyuwangi, dan Mojokerto
Berdasarkan analisis data diketahui adanya keragaman ploidi alami ikan wader dari tiga daerah tempat pengambilan sampel (Trenggalek, Banyuwangi, dan Mojokerto). Hal ini dapat terlihat oleh adanya data yang menunjukkan bahwa pada masing-masing daerah terdapat ikan diploid dan triploid, kecuali sampel dari daerah mojokerto yang tidak terdapat ikan triploid. Adanya ikan wader triploid, menunjukkan bahwa pada ikan wader yang hidup di alam bebas mengalami poloploidisasi alami. Menurut Firdaus (2002) penyebab terjadinya poliploidisasi secara alami ini adalah faktor-faktor lingkungan sekitar makhluk hidup yang meliputi faktor suhu, tekanan, ketinggian tempat dan sebagainya.
Data yang diperoleh juga menunjukkan bahwa ikan wader triploid yang terbentuk akibat poliploidisasi secara alami adalah sangat sedikit jumlahnya, hal ini dikarenakan ikan wader sulit bertahan hidup apabila terjadi perubahan lingkungan. Seperti yang dinyatakan oleh Rahmadiyanto (1994) bahwa ikan tawar yang biasa hidup di sungai-sungai, sawah-sawah, dan perairan yang airnya jernih biasanya sulit bisa bertahan hidup pada lingkungan yang kurang mendukung, misal air yang keruh, derasnya aliran air, goncangan dan suhu yang terlalu tinggi atau rendah.
B. Keakurasian Penggunaan Metode Penghitungan Jumlah Nukleolus Sebagai Analisis Tingkat Ploidi Ikan Wader (Mystacoleucus marginatus)
Metode ini merupakan metode tidak langsung yang digunakan untuk mengetahui tingkat ploidi suatu organisme, dengan konsep bahwa setiap sel pada suatu organisme memiliki jumlah nukleolus yang beragam, tetapi jumlah nukleolus maksimal yang dapat terbentuk adalah sesuai dengan jumlah perangkat kromosom atau ploidi organisme.
Dari data diketahui bahwa pada ikan wader yang diamati terdapat variasi jumlah nukleolus sel yang beragam. Pada suatu preparat dapat ditemukan sel-sel yang memiliki 1 dan 2 nukleolus, ada pula dalam satu preparat terdapat sel-sel dengan 1, 2 dan 3 nukleolus. Bila melihat konsep awal mengenai penggunaan metode perhitungan nukleolus sebagai analisis tingkat ploidi, maka kita dapat menentukan bahwa ikan yang memiliki sel-sel dengan 1 dan 2 nukleolus adalah ikan normal (diploid), dan ikan yang memiliki sel-sel dengan 1, 2 dan 3 nukleolus adalah ikan triploid yang merupakan ikan poliploid. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Carman, dkk. (1992, dalam Khalifah, 1997) dasar penggunaan metode perhitungan nukleolus yaitu adanya hubungan antara jumlah nukleolus dengan jumlah kromosom (ploidi) makhluk hidup baik pada hewan maupun tumbuhan. Davidson (1992, dalam Firdaus, 2002) memberikan alasan lain bahwa jumlah nukleolus pada setiap sel dari suatu organisme mempunyai kemampuan untuk membentuk jumlah nukleolus yang maksimal sesuai dengan jumlah materi genetiknya.
Frankhauser dan Humprey (1943) yang dikutip kembali oleh Theogard (1983) dalam Khalifah (1997) menyatakan bahwa setiap perangkat kromosom haploid mempunyai 1 nukleolus, sedangkan perangkat diploid normal memiliki 2 nukleolus. Lebih jelasnya Carman, dkk. (1991, dalam Firdaus, 2002) menyatakan bahwa satu NOR (nukleolar organizer region) mempunyai kemampuan untuk membentuk tidak lebih dari 1 nukleolus, sehingga diharapkan sel diploid yang mempunyai sepasang NOR akan memiliki kemampuan membentuk maksimal 2 nukleolus, sel triploid membentuk 3 nukleolus sedangkan yang tetraploid membentuk 4 nukleolus. Carman, dkk. (1992) dalam Mukti (2001) menambahkan bahwa setiap sel individu diploid, memiliki 1 atau 2 nukleolus; setiap sel individu triploid, memiliki 1, 2 dan 3 nukleolus, dan setiap sel individu tetraploid, memiliki 1, 2, 3 dan 4 nukleolus.
Pernyataan-pernyataan diatas dan didukung oleh data yang diperoleh, menunjukkan bahwa terdapat variasi jumlah nukleolus pada sel-sel setiap individu, namun penggunaan metode perhitungan jumlah maksimal nukleolus yang terbentuk oleh sel-sel pada jaringan tubuh ikan untuk menentukan tingkat ploidi ikan tersebut masih kurang akurat, hal ini disebabkan karena sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti tidak mengetahui tingkat ploidi alami ikan yang digunakan sebagai sampel. Selain itu kurangnya ulangan juga menyebabkan data yang diperoleh masih belum begitu valid.
Mengenai frekuensi jumlah nukleolus pada sel-sel jaringan sirip ekor ikan, data yang diperoleh menunjukkan bahwa frekuensi jumlah nukleolus terbanyak adalah pada sel yang memiliki 1 nukleolus, selanjutnya sel dengan 2 nukleolus, dan yang paling sedikit adalah sel dengan 3 nukleolus. Dalam hal ini, menurut Carman, dkk. (1992, dalam Khalifah, 1997), variasi jumlah nukleolus disebabkan oleh NOR yang tidak membentuk nukleolus saat tidak begitu aktif mensintesis protein. Hubbel (1985, dikutip kembali oleh Jimenez, 1987, dalam Kholifah, 1997) mnjelaskan bahwa fenomena terwarnainya satu nukleolus pada diploid, satu atau dua pada triploid, dan satu, dua, atau tiga nukleolus pada tetraploid karena hanya sejumlah itulah nukleolus yang sedang aktif melakukan sintesis pada saat tersebut.
Selain itu, dijelaskan oleh Carman (1990 dalam Kholifah (1997) bahwa variasi jumlah nukleolus disebabkan adanya fusi dan fisi antar nukleolus. Maillet, dkk. (1997) dalam Firdaus (2002) menyatakan bahwa jumlah nukleolus berhubungan dengan ukuran nukleolus, semakin banyak jumlah nukleolus, maka kemungkinan besar ditemukan nukleolus dengan ukuran kecil, dan sebaliknya semakin sedikit jumlah nukleolus, maka kemungkinan ditemukan nukleolus dengan ukuran agak besar. Lebih lanjut, Gardner, dkk. (1991) dalam Firdaus (2002.) memberi penjelasan bahwa variasi jumlah nukleolus ini berkaitan dengan fungsi nukleolus, yaitu pembentuk ribosom dan hal ini berhubungan dengan proses aktivitas fisiologis setiap sel.
BAB VII
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Ikan wader (Mystacoleucus marginatus) yang terdapat pada daerah Trenggalek, Banyuwangi menunjukkan adanya keragaman ploidi alami yaitu normal (diploid) dan poliploid (triploid), sedangkan ikan wader (Mystacoleucus marginatus) dari daerah mojokerto hanya menunjukkan ploidi normal (diploid).
2. Penggunaan metode perhitungan jumlah nukleolus maksimal sel jaringan sirip ekor kurang akurat untuk menentukan tingkat ploidi alami ikan wader (Mystacoleucus marginatus)
B. Saran
Karena hasil penelitian ini menunjukkan kurangnya keakurasian metode perhitungan nukleolus sebagai analisis tingkat ploidi pada ikan wader, maka metode ini, maka diharapkan penelitian berikutnya menggunakan metode lain secara tidak langsung atau metode langsung untuk mengetahui tingkat ploidi pada spesies lain.
DAFTAR PUSTAKA
Corebima, A.D. 2000. Genetika Mutasi dan Rekombinasi. Malang: UM
Firdaus, Syarifin. 2002. Studi Tentang Jumlah Nukleolus Sebagai Metode Analisis Ploidi Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio L.) Ras Punten Hasil Induksi Poliploidisasi Kejutan Panas. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: UM
Gardner. E. J. dkk. 1991. Principles of Genetics 8th Edition. Canada: John Wiley & Sons, Inc.
Khalifah, Mustami, M. 1997. Studi Pembentukan Poliploidi Ikan Mas (Cyprinus carpio L.) Ras Punten Dengan Kejutan Panas. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS IKIP MALANG
Mukti, Taufik. 2001. Poliploidisasi Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). Tesis tidak diterbitkan. Malang: Unibraw
Rahmadiyanto, Cahyo. 1994. Inventarisasi Ikan Di Sungai Brantas Kotamadya Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: IKIP MALANG
Tenzer, Amy, dkk.2001. Petunjuk Praktikum Perkembangan Hewan. Malang: UM
STUDI TENTANG KERAGAMAN PLOIDI ALAMI IKAN WADER (Mystacoleucus marginatus) PADA DAERAH TRENGGALEK, BANYUWANGI, DAN MOJOKERTO DENGAN MENGGUNAKAN METODE PERHITUNGAN NUKLEOLUS SEBAGAI ANALISIS TINGKAT PLOIDI
LAPORAN PROYEK
Untuk memenuhi tugas Matakuliah Genetika I
yang dibina oleh Bpk. Prof. Dr. A.D. Corebima M.Pd
Oleh:
Kelompok 3/Off AA
Anis Kurniaw(105341480116)
Dianika Praharani (205341483962)
Wiwik Sulistiyani (105341483978)
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Mei 2007
Sabtu, 05 April 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar