BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar pada dasarnya membangun (mengkontruksi) pengetahuan yang memerlukan partisipasi aktif peserta didik dan guru. Maka interaksi guru dan siswa di kelas menjadi daya dukung yang kuat untuk membantu siswa mempermudah proses konstruksi pengetahuan. Agar interaksi itu efektif maka perlu model pembelajaran tertentu yang didalamnya ada pengkaitan yang kuat dengan masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan siswa sehari-hari. Hal itu bertujuan agar kontruksi pengetahuan mempunyai tingkat kebermaknaan yang tinggi.
Sains/IPA dan teknologi mempunyai kaitan yang erat. Selain itu, keduanya juga mempunyai kaitan yang erat dengan respon masyarakat. Adanya suatu perubahan teknologi akan dapat menyebabkan perubahan sosial, begitu pula sebaliknya. Hal ini berarti ada jaringan hubungan antara sains, teknologi dan sistem-sistem sosial yang saling pengaruh mempengaruhi.
Pembelajaran (khususnya IPA/Biologi) itu perlu pendekatan melalui sains, teknologi dan masyarakat. Artinya dalam suatu pembelajaran sains, selain menekankan pada pemahaman terhadap konsep sains, juga perlu melibatkan pemahaman siswa terhadap hasil produk teknologi yang terkait, serta manfaatnya bagi masyarakat. Oleh karena itu penulis mencoba untuk memaparkan apa dan bagaimana pendekatan pembelajaran Sains Technology Society (STS).
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu STS (Science Technology Society)?
2. Bagaimana pelaksanaan STS dalam pembelajaran di sekolah?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian pendekatan STS (Science Technology Society).
2. untuk mengetahui pelaksanaan STS dalam pembelajaran di sekolah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Apa Itu STS?
Pendekatan Sains, Technology, Society (STS) atau biasa juga di Indonesia disebut dengan Salingtemas (sains-lingkungan-teknologi-masyarakat) mulai berkembang pada dasarwarsa 70-an, sebagai reaksi dari pola pengajaran sains post-Sputnik. Titik penekanan dari pola ini adalah mengembangkan hubungan antara pengetahuan ilmiah siswa dengan pengalaman keseharian mereka (Sumintono, 2008).
Konteks yang harus dipahami pada pendekatan STS:
1. Konteks pertama adalah interaksi sehari-hari siswa dengan dunia sekitarnya.
Suatu pengetahuan ilmiah yang luas akan memperkaya kehidupan individu, juga membuat berbagai pengalaman untuk diinterpretasi pada tahap yang berbeda. Pengembaraan di kebun atau hutan misalnya, akan memperoleh suatu pengalaman yang lain bila si pengembara/siswa tersebut memiliki pengetahuan biologi dan geologi. Berhubungan dengan hal ini juga adalah ketika pengetahuan ilmiah digunakan dalam menyelesaikan masalah praktis yang bisa muncul kapan saja di sekitar rumah tangga, seperti memperbaiki mainan atau peralatan listrik yang rusak.
Namun, hal ini sudah lama disadari bahwa jika guru ingin siswanya mampu melakukan aplikasi pengetahuan ilmiah, maka latihan yang diberikan untuk hal itu harus lebih banyak. Untuk kebanyakan siswa, hal ini tidak datang secara alami, dan pengetahuan serta ketrampilan yang dipelajari di kelas sains biasanya disimpan dalam "kotak ingatan" yang berbeda dengan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Konteks yang kedua melibatkan cakupan yang lebih luas antara sains melalui teknologi terhadap masyarakat.
Dengan tujuan ini pengajaran sains bergerak keluar dari sekedar pengajaran sains di kelas. Berbagai materi mulai dari dampak pencemaran udara terhadap lingkungan seperti efek rumah kaca yang berlanjut ke hujan asam, pemanasan global dan perubahan iklim dipelajari di kelas sains. Ruang lingkup STS lebih luas dari sekedar komponen sains dari hal tersebut, namun ke segala hal detail yang mempengaruhi kelangsungan hidup umat manusia secara keseluruhan. Pada pola ini pemahaman sains harus benar-benar dipahami dan ini melibatkan pengajaran sains pada tahapan yang lebih tinggi. Sehingga hal ini akan memberikan tantangan yang berarti bagi guru sains di kelas untuk menyesuaikan diri terhadap pembahasan permasalahan yang diulas dengan taraf pengetahuan siswa.
Jadi pengertian pendekatan STS adalah dimana ilmu (sains) dapat menghasilkan teknologi untuk perbaikan lingkungan sehingga bermanfaat bagi masyarakat, tetapi dapat juga issu yang berkembang di masyarakat mengenai lingkungan dan teknologi memberi sumbangan terbaru bagi ilmu pengetahuan.
B. Implementasi STS Dalam Pembelajaran Di Sekolah
Munculnya berbagai pendekatan dalam pembelajaran sains, khususnya pendekatan STS, didasarkan pada suatu kesulitan yang banyak dihadapi oleh pembuat kurikulum, guru dan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran di sekolah. Selain itu dengan menggunakan pendekatan STS ini, diasumsikan akan dapat memberi peluang kepada siswa untuk belajar lebih bermakna, bermanfaat dan menyenangkan (wilujeng, 2006).
Pembahasan berbagai permasalahan STS akan membawa kepada pemahaman hal apa yang perlu dilakukan untuk menangani atau mencegah hal tersebut terjadi serta faktor apa saja yang terlibat atau tidak terhadap masalah tersebut membawa berbagai pengetahuan dan kepercayaan di luar pengajaran sains, dan hal nilah yang harusnya diintregrasikan dalam pengetahuan ilmiah.
Para siswa diharapkan untuk dapat mulai melihat bahwa walaupun pengetahuan ilmiah berada di belakang permasalahan tersebut namun hal itu tidaklah cukup, diharapkan siswa melakukan tindakan bijak sebagai anggota masyarakat dalam memelihara kelestarian alam. Sehingga siswa belajar menyadari beberapa hal keterbatasan dalam sains yang merupakan bekal berarti bagi kehidupannya.
Tujuan dari pendekatan STS ini adalah menghasilkan peserta didik yang cukup mempunyai bekal pengetahuan sehingga mampu mengambil keputusan penting tentang masalah-masalah dalam masyarakat serta dapat mengambil tindakan sehubungan dengan keputusan yang diambilnya (Wilujeng, 2006).
Lebih lanjut Insih mengatakan bahwa pendekatan STS yang sebenarnya adalah pendekatan terpadu antara sains, teknologi, dan issu yang ada di masyarakat dapat pula kita wujudkan dengan memilih keterpaduannya melalui keterpaduan berbasis persoalan, dimana salah satu persoalan dalam strand kurikulum adalah STSE (Science Tehcnology Society and Environment/ Salingtemas) yang memuat konsep dasar tentang dampak aktivitas manusia dan teknologi untuk mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan, serta peran teknologi dan kebutuhan masyarakat terhadap perkembangan sains. Sedangkan pembelajaran untuk kelas rendah memiliki kecenderungan untuk mengikuti pola keterpaduan antar bidang (cross curruculer project), karena biasanya masih menggunakan sistem guru kelas bukan guru bidang studi.
Menurut Sumintono (2008) pendekatan sikap dan nilai ilmiah dalam STS dilakukan dalam dua penekanan yang berbeda. Yang pertama melibatkan usaha untuk mengembangkan berbagai sikap tersebut yang dilihat sebagai sifat-sifat ilmuwan yang bila dikembangkan akan membantu siswa menyelesaikan persoalan dilapangan yang mirip dengan yang telah dipelajari, seperti halnya ilmuwan menyelesaikannya. Beberapa sikap tersebut diantaranya adalah :
- Mengetahui butuhnya bukti sebelum membuat klaim pengetahuan
- Mengetahui butuhnya berhati-hati ketika melakukan interpretasi pada hasil percobaan/pengamatan
- Kemauan untuk mempertimbangkan interpretasi lain yang juga masuk akal
- Kemauan untuk melakukan aktivitas percobaan secara hati-hati.
- Kemauan untuk mengecek bukti dan interpretasinya
- Mengakui keterbatasan penyelidikan secara ilmiah
Penekanan yang kedua adalah mengembangkan sikap-sikap khusus terhadap alam sekitar, mata pelajaran selain sains ataupun dasar untuk karir masa depan seperti halnya sikap terhadap sains. Berbagai sikap tersebut seperti:
- Rasa ingin tahu tentang alam fisik dan biologis dan bagaimana hal itu bekerja
- Kesadaran bahwa sains dapat menyumbangkan hal untuk mengatasi masalah individu ataupun global
- Suatu antusiasme terhadap pengetahuan ilmiah dan metodanya
- Suatu pengakuan bahwa sains adalah aktivitas manusia bukan sesuatu yang mekanis
- Suatu pengakuan pentingnya pemahaman ilmiah dalam dunia yang modern
- Suatu kenyataan bahwa pengetahuan ilmiah bisa digunakan untuk maksud baik maupun jahat
- Suatu pemahaman hubungan antara sains dan bentuk aktivitas manusia lainnya
- Suatu pengakuan bahwa pengetahuan dan pemahaman sains berbeda dengan yang dilakukan sehari-hari
Berbagai sikap di atas secara jelas berhubungan dengan sains, dan akan berpotensi terus berkembang khususnya ketika siswa terlibat dalam pelajaran sains di sekolah.
Namun, terdapat juga sikap-sikap positif lainnya yang mana seorang guru sains dapat juga meneguhkan dan memperkuatnya seperti rasa tanggung jawab, kesediaan untuk bekerja sama, toleransi, rasa percaya diri, menghargai orang lain, kebebasan, dapat dipercaya dan kejujuran intelektual (sikap yang harus dimiliki siswa bila melakukan pendekatan multibudaya).
RUJUKAN
Wilujeng, Insih. 2006. Rancangan dan Implementasi Pembelajaran dan Tematik Unit di Sekolah. Makalah disajikan dalam lokakarya peningkatan pembelajaran dengan model STS, FIP UNY, Yogyakarta, 26-27 november 2006
Sumintono, Bambang. 2008. Mengemas Sains, Teknologi dan Masyarakat dalam Pengajaran Sekolah, (Online), (http://deceng.wordpress.com/, diakses 25 Februari 2008)
Selasa, 01 April 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar